Bahasa Cinta

Jumat, 24 Januari 2014

Makna Kehenigan dan Kesunyian



Misteri Keheningan dan Kesunyian

“Oleh Sebab itu sesungguhnya, Aku ini akan membujuk dia, dan membawa dia ke padang gurun, dan berbicara penuh cinta kepadanya” (Hos. 2:13)

1.     Misteri Keheningan
Komunitas para pertapa hidup dalam keheningan dan menimba kekuatannya dalam keheningan tersebut. Juga di situ ia menemukan perkembangannya yang utuh. Keheningan merupakan salah satu unsur kesunyian dari suatu hidup yang tersembunyi dalam Allah yang semuanya merupakan unsur-unsur hidup bertapa. Ini tidak hanya urusan pribadi, melainkan suatu karya bersama yang akan mempunyai dampak terhadap hidup doa pertapaan serta pengaruhnya dalam Gereja. Suatu pertapaan yang kehilangan semangat doanya, ibarat sebuah tungku perapian yang telah padam. Karenanya Putri Karmel dan CSE dipanggil Tuhan, agar rumah pertapaan mereka benar-benar menjadi tempat yang hening di-mana orang lebih mudah memusatkan perhatian dan mendengarkan suara Tuhan.
Keheningan yang dimaksud di sini tidak sama dengan tidak adanya kebisingan dan suara obrolan kosong. Keheningan sejati merupakan suatu kehadiran pada Allah, suatu cara berada dan tetap tinggal dalam doa. Ini merupakan suatu sikap menanti seorang murid yang berdiam diri untuk dapat mendengarkan suara Sang Guru, yang akan terdengar dengan lebik baik dalam lubuk keheningan.
Allah hadir dalam keheningan. Ia adalah Dia yang berdiam diri, yang berada jauh mengatasi segala kata, dan yang tidak dapat diungkapkan oleh kata mana pun juga. Karenanya kita tidak dapat memasuki persekutuan dengan Dia jika kita tidak meninggalkan segala sesuatu yang dangkal, jika kita tidak menerobos masuk ke dalam daerah hening yang dalam ini, di mana Tuhan sedang menantikan kita.
Supaya bisa mencapai lubuk keheningan ini, kita harus menjaga keheningan bibir kita, tetapi lebih-lebih lagi keheningan ingatan, imajinasi, rencana-rencana, keinginan-keinginan serta segala bentuk hawa nafsu. Apa gunanya menutup mulut, bila hati tetap menjadi tempat lalu lalang, tempat keributan, tempat berkhayal, menjadi jalan di mana benih yang jatuh segera terinjak-injak orang. Hanya keheningan saja yang dapat menciptakan tanah yang gembur dan subur, di mana benih dapat tumbuh dengan baik.
Bila kemudian sabda Allah memperdengarkan diri dalam hati yang telah siap secara demikian itu, keheningan menjadi ungkapan sikap keterbukaan, peresapan sabda serta sembah sujud. Maka sabda Allah disimpan dalam lubuk keheningan yang terdalam, kecuali jika rahmat yang diterimanya tidak membuatnya meluap dalam sukacita dan pujian. Hidup bertapa secara hakiki merupakan suatu sikap keheningan dan penyembahan tersembunyi yang memancarkan pujian.
Karena orang hidup dalam hadirat Allah, dalam kerinduan akan sabda-Nya, karena orang telah tertangkap oleh Dia, maka secara spontan orang memelihara silentium atau keheningan di antara mereka. Meskipun anggota pertapaan itu banyak jumlahnya keheningan memungkinkan orang untuk masuk ke dalam dirinya sendiri untuk berdoa kepada Allah dalam ketersembunyian. Keheningan juga memungkinkan orang hidup sunyi di tengah-tengah para saudara. Dalam arti tertentu keheningan memisahkan orang yang satu dengan yang lain. Hal itu mewajibkan orang untuk melepaskan diri dari afeksi-afeksi kodrati yang menjadi penghalang, kehadiran yang menjadikannya kurang terbuka untuk mendengarkan suara Roh yang ada dalam dirinya.
Akan tetapi, harus segera dikatakan pula bahwa keheningan justru mempersatukan para saudara, karena hal itu memungkinkan mereka saling mencintai dengan cara yang lebih mendalam dan lebih tulus, serta lebih murni pula. Keheningan merupakan tempat tersembunyi, di mana mereka semua berkumpul di hadapan Allah dan di mana mereka dalam Dia melihat kehadiran seluruh ciptaan. Jadi keheningan itu tidak hanya menjadikan orang hadir pada Allah, tetapi juga hadir pada semua saudara yang berjalan di hadapan-Nya. Karena itu keheningan merupakan sikap mendengarkan dunia, sikap terbuka, dan penerimaan.
Suasana hening ini merupakan sesuatu yang hakiki untuk hidup bertapa dan kontemplatif, sehingga para suster Putri Karmel dan para frater CSE berusaha sungguh-sungguh untuk mempertahankannya dalam hidup mereka. Karena itu pula mereka memilih tempat-tempat yang sunyi sebagai tempat untuk pertapaan mereka.
Akan tetapi mereka merasa pula, bahwa dewasa ini banyak orang lain yang juga merindukan perjumpaan dengan Tuhan di tempat sunyi, namun sering sukar menemukan tempat seperti itu. Karenanya Putri Karmel dan CSE juga mau menjadikan rumah mereka oasis-oasis bagi manusia moderen yang kehausan serta mencari Allah, baik rohaniwan, rohaniwati, maupun awam. Mereka tidak hanya mau menyediakan tempat, tetapi mereka juga siap melayani serta membimbing orang dalam lorong-lorong doa yang telah mereka jalani sendiri menuju ke perjumpaan mesra dengan Allah yang hidup.

2.     Daya tarik kesunyian
Bagi orang yang hatinya telah tersentuh oleh cinta Allah keheningan saja dirasakan belum cukup. Mereka masih merindukan kesunyian untuk dapat berada sendirian dengan Sang Kekasih ilahi yang telah mempesona jiwanya. Maka tidaklah mengherankan, seperti yang sudah kita lihat pula, bahwa sejak semula dan hingga hari ini, masih banyak orang yang merasa ditarik oleh Roh sendiri ke dalam kesunyian yang semakin besar, supaya secara total dapat hidup melulu bagi Dia yang dirindukan jiwanya. Unsur kesunyian ini merupakan suatu unsur hakiki pula dalam kehidupan para pertapa Karmel dahulu. Ungkapan-ungkapan indah tentang arti keheningan dapat kita jumpai dalam tulisan Nikolas dari Perancis, salah seorang jenderal Karmel yang pernah tinggal dalam kesunyian Gunung Karmel dan yang dalam kesunyian itu sendiri mengalami rahasia cinta Allah yang mendalam. Ungkapan itu kita jumpai dalam suratnya yang berjudul "Panah Berapi", yang kami kutip di bawah ini:        
"Bukankah Tuhan Penyelamat kita telah memberikan rahmat khusus kepada kita dengan membawa kita ke dalam kesunyian, di mana Ia berbicara secara mesra kepada hati kita? Padahal Ia tidak menyatakan diri kepada sahabat-sahabat-Nya di muka umum, di jalan-jalan dan dalam kebisingan, tetapi dalam keintiman, melalui rahmat suka-cita rohani, serta untuk menyatakan kepada mereka misteri-misteri-Nya yang tersembunyi."
"Bukankah Roh Kudus, yang tahu apa yang dibutuhkan masing-masing telah mengilhami Regula kita, yang menentukan, supaya masing-masing memiliki pondok yang terpisah? Bukan pondok yang berdampingan, melainkan pondok-pondok yang terpisah yang satu dari yang lain, supaya Sang Mempelai Surgawi bersama dengan mempelai-Nya, yaitu jiwa yang kontemplatif, dapat berbicara penuh damai dan kemesraan?"
"Kita telah bersukacita boleh menerima dalam pondok kita, bimbingan penuh cahaya dari Roh Kudus. Suatu harta tak ternilai telah dinyatakan kepada kita dalam pesona kontemplasi sedemikian rupa, sehingga jiwa kita, setelah dilepaskan dari perkara-perkara duniawi yang fana, menyerahkan diri seutuhnya kepada kobaran dorongan kontemplatif tersebut."
"Bagaimana kita dapat berbicara secara layak tentang pondok-pondok kita? Saya kehabisan kata-kata untuk melambungkan pujian baginya: saya tidak melihat lagi batas-batas antara pondok itu dan surga. Bukankah mudah sekali orang pergi dari yang satu kepada yang lain?"
Memang, Padang Gurun, lambang kesunyian, merupakan tempat yang membahagiakan bagi orang yang terpanggil. Di dalam kesunyian itulah Tuhan telah menyatakan diri kepada banyak sahabat-Nya, karena kesunyian memang sangat cocok dan istimewa untuk perjumpaan ilahi. Dalam kesunyian itulah Tuhan telah menyatakan diri dalam seluruh kuasa dan kemuliaan-Nya.
Dalam kesunyian Gunung Sinai Allah menyatakan diri kepada Musa. Di situ pula Ia mengadakan perjanjian dengan umat-Nya. Selama 40 tahun ia membentuk mereka itu dalam kesunyian sambil berjalan bersama mereka dalam tiang awan dan api, memberi makan mereka dengan manna surgawi serta memberi minum dari batu karang.
Dalam kesunyian dan keheningan Gunung Horeblah Allah menyatakan kehadiran-Nya yang mesra kepada Nabi Elia serta berbicara secara mesra dengan dia. Dalam kesunyian Padang Gurunlah Santo Yohanes Pembaptis menerima misi dan mempersiapkan kedatangan Tuhan Yesus. Ke dalam kesunyian Padang Gurun pula Roh Kudus membawa Yesus setelah pembaptisan di sungai Yordan, untuk menerima dari Bapa-Nya tugas pewartaan-Nya. Dan ke situ pula Ia sering kembali semasa karya pewartaan-Nya. Di dalam kesunyian Gunung Tabor pulalah Ia telah menyatakan diri dalam segala kemuliaan-Nya kepada tiga orang murid-Nya.
Dalam masa-masa sesudah Pentakosta, Allah tiada henti-hentinya menyatakan diri di Padang Gurun. Demikian pula Roh Kudus tiada henti-hentinya membawa para murid Yesus ke Padang Gurun yang terberkati itu.
Beberapa orang di antara mereka datang ke situ untuk waktu tertentu saja demi memperdalam imannya, memperdalam hubungannya dengan Allah, untuk mempersiapkan diri bagi suatu tugas kerasulan tertentu, atau suatu tanggung jawab tertentu dalam Gereja. Dalam menjalankan tugasnya selanjutnya, mereka itu sewaktu-waktu merasa perlu untuk kembali lagi ke dalam kesunyian untuk menimba kekuatan baru. Yesus sendiri juga seringkali kembali ke situ, dan seringkali bahkan tinggal semalam suntuk di situ untuk berdoa kepada Bapa. Seorang murid tidak lebih besar dari Gurunya.
Akan tetapi, ada murid-murid Tuhan yang lain yang dipanggil untuk tinggal selama hidupnya dalam Padang Gurun itu sambil menantikan kedatangan-Nya kembali. Jumlah mereka itu banyak sekali dalam abad-abad pertama dan sepanjang sejarah Gereja mereka tidak pernah absen. Juga pada zaman kita ini Roh masih tetap menarik orang-orang tertentu ke dalam kesunyian Padang Gurun.
Demikian pula kesunyian Karmel sampai dewasa ini tetap mempunyai daya tariknya sendiri, dan menggetarkan hati mereka yang mendengarkan panggilan Roh. Bahkan dewasa ini pun dibuka kemungkinan untuk kesunyian total sebagai eremit bagi mereka yang sungguh-sungguh terpanggil. Mereka itu tidak lagi hidup bersama dengan saudara yang lain, melainkan seorang diri dalam kesunyian total. Namun itu merupakan suatu panggilan yang sungguh-sungguh amat khusus, yang membutuhkan kematangan insani dan rohani yang besar supaya dapat menghasilkan buah yang melimpah. Kalau tidak, ia malahan akan gagal. Bagi kebanyakan orang, kesunyian itu masih dihayatinya bersama saudara-saudari yang lain dalam suatu bentuk hidup semi-eremitik, sehingga dari satu pihak memang ada kesunyian besar, namun dari pihak lain kehadiran seorang saudara di dekatnya merupakan suatu bantuan besar pula dalam perjalanan rohaninya.
Mereka yang tampaknya menjauhkan diri dari saudara-saudaranya itu, sesungguhnya semakin bersatu dengan mereka secara misterius. Roh yang telah memurnikan umat Israel di Padang Gurun, dewasa ini pun memurnikan dan membentuk beberapa di antara anggota Gereja dalam kesunyian padang gurun untuk kebaikan seluruh Tubuh.

3.         Hidup di Padang Gurun
Hilangnya kehadiran manusiawi, menjadikan orang lebih terbuka bagi kehadiran yang tak kelihatan. Roh Kudus yang membawa mereka ke Padang Gurun, memberikan pula kepada mereka suatu intuisi baru dari kehadiran-kehadiran tersebut: kehadiran Allah, para malaikat, dan para kudus.
Sedikit demi sedikit padang gurun yang semula tampaknya kosong itu, ternyata lebih padat penduduknya daripada kota-kota. Para pertapa yang telah meninggalkan hidup bersama dalam komunitas, ternyata telah menemukan suatu komunitas baru, yang tidak kalah nyatanya, tidak kalah indahnya dari yang pertama. Memang komunitas itu bersifat lebih misterius, lebih terselubung daripada yang pertama. Komunitas itu, seolah-olah menembusi suatu tirai, seolah-olah menerobos dalam suatu awan, mewartakan realitas komunitas surgawi yang akan kita kenal nanti di surga.
 Oleh karena itu seseorang bertapa bukanlah untuk berpusat pada diri sendiri, melainkan untuk senantiasa hidup dalam persatuan dengan komunitas tersembunyi itu. Ia harus bebas jiwa dan rohnya, supaya dapat selalu bergaul dengan masyarakat surgawi itu. Sesuai dengan teladan nabi Elia ia telah keluar dari diri sendiri dan dari umat-nya untuk berjumpa dengan Allah yang hidup dalam kesunyian dan keheningan itu, dalam hembusan angin lembut Roh Allah sendiri.
Keheningan, tidak adanya distraksi mempermudah keterbukaan bagi sabda batin, mempermudah konsentrasi serta kontinuitas dialog ilahi. Dalam kesunyian itu semua data-data iman, arah tujuan hidup manusia menjadi semakin jelas dan gamblang. Dalam ketersembunyiannya itu seorang pertapa bersimpuh di hadapan Allah Bapanya, sambil membawa beban seluruh umat manusia dan membawakan persembahan silih bagi keselamatan mereka. Dengan demikian secara misterius ia ditempatkan kembali dalam dunia yang telah ditinggalkannya itu, untuk mengambil bagian dalam hidupnya secara baru.
 Hal itu dilakukannya atas nama seluruh Gereja, atas nama para saudaranyalah bahwa ia kini mendaki Gunung Allah. Demikian itulah yang dilakukan Yesus ketika ia mendaki gunung untuk berdoa dalam kesunyian kepada Bapa-Nya, demikian itulah yang dilakukan para pertapa di Gunung Karmel dahulu. Demikian itu pula yang menjadi cita-cita para pertapa Karmelit dewasa ini, seperti yang hidup di antara para suster Putri Karmel dan frater CSE.
Supaya hidup dalam kesunyian itu sungguh-sungguh dapat terbuka kepada Allah dan kemudian juga kepada dunia, dituntut suatu penyangkalan diri serta kelepasan lebih besar dari barang-barang yang bisa memberikan suatu kompensasi afektif yang bersifat manusiawi semata-mata, masing-masing sesuai dengan kasih karunia yang diterimanya.
Yesus telah hidup di Padang Gurun dalam puasa dan pantang. Karenanya Iblis dapat berkata kepada-Nya, supaya menyuruh batu-batu itu menjadi roti. Sesuai dengan teladan-Nya, para bapa pertapa dahulu memilih kekerasan hidup di Padang Gurun, kekerasan yang disebabkan oleh tidak adanya perlindungan dan hiburan manusiawi apa pun juga.
Namun Padang Gurun yang demikian itu juga dapat menjadi indah, karena dapat menyatakan kehadiran Allah serta kebesaran-Nya. Namun, betapa pun menariknya Padang Gurun itu, ia lebih membawakan kematian bagi panca indera daripada memuaskannya. Akan tetapi, bila segala sesuatu telah mati dalam diri manusia lama itu, maka Padang Gurun itu pun akan mulai memancarkan cahaya ilahi secara lebih cemerlang dalam kemesraan doa.

4.     Perjuangan di Padang Gurun
Padang Gurun bukan hanya tempat untuk perjumpaan dengan Allah, dengan para malaikat dan para kudus, namun juga tempat perjumpaan yang dahsyat dengan setan. Yesus dibawa Roh ke Padang Gurun untuk dicobai Iblis. Sepanjang sejarah rupanya Tuhan ingin mengikutsertakan beberapa di antara para murid-Nya untuk ikut ambil bagian dalam perjuangan rohani ini secara khusus. Dari perjuangan mereka itu tergantung pula daya tahan banyak orang dalam tubuh Gereja. Karena itu Gereja sepanjang masa selalu memberikan tempat khusus bagi hidup pertapaan, bahkan dewasa ini Gereja juga secara eksplisit memberikan tempat pula bagi kehidupan para eremit dalam tubuhnya, bahkan dalam hukum Gereja sendiri (Kitab Hukum Kanonik, art 603).
Bila seseorang memasuki Padang Gurun, ia harus siap untuk menghadapi pencobaan lebih berat daripada di tempat lain. Roh jahat merupakan bagian dari dunia tak tampak yang dimasuki para pertapa itu. Dengan sabar ia menantikan saat-saat penyesalan atau kelengahan si pertapa dan kodrat yang kehilangan kepuasannya karena suatu cara hidup yang lebih keras. Bukankah ia menunggu sampai Tuhan merasa lapar untuk mencobai Dia?
Setan dapat mendekati seseorang untuk mengajaknya melakukan mati raga keras yang berlebihan, yang tidak akan dapat dipertahankannya. Atau sebaliknya, ia dapat menggodanya untuk mengurangi kekerasan tapa itu serta sedikit demi sedikit meninggalkan penyangkalan diri, yang justru memberikan otot dan kekuatan kepada hidupnya itu.
Manusia selalu digoda untuk kembali kepada suatu cara hidup yang lebih mudah. Mencari kepuasan tertentu, kenikmatan tertentu perlahan-lahan tidak disingkirkan lagi. Setan akan meyakinkan dia, bahwa hal itu tidak apa-apa dan dapat dipertanggungjawabkan. Ia membantu membuka jalan ke arah itu. Karena perintahnya, batu-batu di Padang Gurun berubah menjadi roti, pondok si pertapa perlahan-lahan berubah menjadi rumah mewah di mana ia dapat tinggal dengan senang hati.
Doa menjadi lebih sulit dan setan berusaha menghalangi atau mengganggunya. Ia memanfaatkan sebaik-baiknya pelanturan-pelanturannya, kenangan-kenangan masa lampaunya, kemalasan dasarnya, atau kekhawatiran untuk mencari nafkah.
Dengan pelbagai macam alasan ia digoda untuk meninggalkan doa. Dengan meninggalkan doa, walaupun hanya sebagian saja, hidup bertapa sedikit demi sedikit akan kehilangan isinya, seperti sebuah bak berisi air yang dibiarkan bocor, walaupun bocornya hanya kecil saja, lama kelamaan akan menjadi kering. Tak seorang pun akan dapat mempertahankan cara hidupnya, bila ia kehilangan tujuan hidupnya itu, lebih-lebih seorang pertapa. Ia akan jatuh dalam kesuaman, lalu mencari kompensasi-kompensasi lain atau mencari kesibukan lain yang tampaknya lebih berguna.
Kemudian setan akan mengajaknya untuk menelusuri dalam khayalan serta keinginannya, kerajaan dunia, baik dunia keluarga atau lainnya, yang menurut pendapatnya sebenarnya akan dapat dimilikinya seandainya ia tidak terikat pada cara hidupnya itu. Dilihat dari jauh, khususnya bila ia telah kehilangan hal itu, semuanya itu tampak lebih indah dan lebih menarik.
Orang lain lagi digoda dalam hal doa itu sendiri. Ia dapat memberikan khayalan dan pengalaman-pengalaman palsu. Pendek kata ia akan berusaha untuk membangkitkan kembali segala bentuk cinta diri, kesia-siaan, kesombongan, mengobarkan kembali hawa nafsu yang menjadi kelemahannya. Ia mengocaknya supaya semuanya itu menjadi aktif kembali dan kadang-kadang dia juga ikut ambil bagian secara aktif. Godaan itu seringkali begitu halusnya, sehingga kerapkali sukar membedakan, mana yang datang dari kodrat kita yang terluka dan mana yang dari si jahat itu.
 Dalam perjuangan melawan roh-roh jahat ini yang memanfaatkan kelemahan-kelemahan darah dan daging, si pertapa justru harus mencari pertolongan dalam doa dan maju terus dalam jalan si kecil dan orang yang rendah hati, sebab di situlah terdapat keselamatannya. Ia harus selalu berusaha hidup dalam hadirat Tuhan, memenuhi ingatan dan pikirannya dengan Nama Yesus serta mengarahkan seluruh kerinduan, kehendak, dan hatinya kepada Allah melulu. Ia juga harus senantiasa membuka hatinya kepada pembimbing rohaninya, serta memaparkan segala pikirannya, godaan-godaan, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam hidupnya.

Kamis, 08 Agustus 2013

How to make Aesthetic Houses in Minecraft

If you've played Minecraft for some time now, you most surely know how hard it is to build a great looking house to live in, that meets both your vision of your dream house and expectations for functionality. This brings us to the definition: in terms of Minecraft, its a structure that dosen't compromise beauty and appeal for functionality.

These are also what we call Dynamic Builds.
So unless you are a genius builder, you're probably itching to find out how to please both aspects of Minecraft architecture. Well, lets find out!


There are two main aspects of building:
•    Interior
•    Exterior
We'll focus on both, but for part 1, let's look at Exteriors.


Exteriors
The exterior is the main aspect of building a house. It should look inviting, appealing, and should suit the structure type of the town, city or area you live in.
Take a look at this house:




What's wrong with it? It looks fine; not the best architecture, but it does the job. But thats what we're here to learn. Building something that does the job (someplace to live in) and look pleasing.
Now take a look at this one:
 


Pretty, no? Now you see the difference. You don't have to go all out and build something like this, but remember, any good house will take more time than usual.


This brings us to the first step of building aesthetic houses:


Step 1 Step 1 NEVER use block shapes (squares, rectangles and the like)
These types of houses don't stand out from the rest. They add to the monotony of already built houses in the vicinity (in multiplayer).  If you did use it, it would have to have great aesthetic feel to it to stand out.


Step two is almost basic knowledge:
Step 2 Step 2 Always build the exterior first
This makes it easier to put your visions first; interiors are almost always shaped by its exteriors.
Tip
•    To make your house more beautiful, use half blocks in unconventional ways; for example as roofs, floors and linings.



Step 3 Step 3 Try to add realistic features to your structure
These include pillars that actually look like they have a function, like holding up the next floor, or supports inside the house. They add beautiful touches to the overall experience of living in that house.



A beautiful example (apart from the editing) of realistic structure and aesthetic appeal.
Warning
•    Don't ever go for a monotonous tone or color for your building. It shouldnt look boring; add complementing color's to spice things up.



Monotonous much?
 


Much better!


Step 4 Step 4 Use nature to your advantage
Nature can be a great tool to use on/with your home. Use trees to increase beauty, and break monotony; flowers spice up the colors in your yard; vines add an old, rusted but beautiful look to your home. Or add that beautiful waterfall you always wanted.
Nature also helps break up linearity  in your structure, adding a new dimension to your home.



A good (not great) example of natural aesthetics.


Interiors
There are a few important prerequisites to look at before starting the interiors of a house:
1.    The general structure of your home
2.    What you want your interior to look like
When you have taken note of both of these aspects, start the steps.
 


A typical Minecraft interior.


Step 1 A good place to start is the ceiling
As said before, try to stay realistic with the feel and design of this ceiling. Don't make a ceiling that just floats around by itself! That's not realistic! Instead try adding supports, beams and columns to "hold" up the ceiling.
 


Its all very beautiful, sir, but may I know what's holding up that huge ceiling? The air? I see..


Step 2 Start by adding the major aspects first.
If you brainstormed and did the first to prerequisites , you should already know what you're going to put where. Add these. Make sure to leave space for additional objects and modifications.
 


A good example. Here, the major aspects are added: a bed, crafting table, furnace and chests.
You may also have other major aspects like chairs or a fireplace, maybe even a basement. Add those too.


Step 3 Start adding the smaller stuff (aesthetic objects like a jukebox and books)
Place these not only where you want them to be, but also where they will look pleasing. If you have multiple floors, vary the design elements; for example, if the bottom floor has the main lobby, let the top floor have the crafting, smelting and storage rooms, and the topmost your bedroom with all the nifty designs/paintings. Maybe add a pool too!
 


Add staircases (if you need) at this stage. Why? You can alter it better now and also place it more accurately since you're also adding smaller stuff.


Step 4 Start working on the roof
This may seem an awkward time to start working on the roof of the house. Should'nt this be done earlier? Yes, but now is the time where you customize it to your liking. One major tip is:
DONT CLOSE IT OFF. Roof's that don't allow in any sunlight are (sorry to say) pathetic. They are an abysmal design choice that don't lend to any aesthetic house. Remember this, OK?
Tips
•    The strongest parts of a house are doorways and stairs. Make sure they seem strong by, for example, adding raw wood to the perimeter of a door.
•    Don't overdo it. Too many aesthetic pieces makes your home look messy.


Step 5 Bedroom work
Yes, it's time for your own bedroom. This is, quite possibly the most personal part of the house.
•    Start by adding the bed. Its the biggest feature in any bedroom.
•    Continue and add other final features


Final touches
Add your final touches now; remove, renew, or modify existing pieces to finalize your design.
And that's it. Make sure to follow these steps and you'll be on your way to a magnificent home!
This is the end of the series. Thanks for reading!

Senin, 03 Juni 2013

Debat Alkitab Episode 1 dengan umat Protestan

 Debat Alkitab Mengenai Fungsi Gereja Dengan Umat Protestan

Pada hari Minggu, 2 Juni 2013 saya melihat di suatu grup di Facebook dan ia membuat status yang membuat saya tertarik untuk melihatnya. Berikut adalah statusnya. (Yang Merah adalah komentar si pembuat post, yang hijau adalah komentar saya, yang biru adalah komentar orang lain pihak 1, yang ungu adalah komentar dari orang lain pihak 2).


saudaraku, banyak orang yang salah mengartikan fungsi gereja.banyak orang kristen menganggap bila rajin kegerja sudah pasti kita akan beroleh upah yang besar disurga. Padahal itu hanya sebagian kecil dari yang diinginkan tuhan. Sehingga ketika seseorang kristen yang rajin kegereja mendapat cobaan, tak sedikit orang kristen yang menuntut tuhan kenapa cobaan silih berganti datang kepadaku, padahal aku sudah rajin kegereja dan bahkan memberikan perpuluhan lagi. Ketahuilah saudaraku, gereja yang sebenarnya adalah tubuh kristus dan tubuh kristus ada dalam hati orang yang percaya dan melakukan firman tuhan seharihari. Kemudian yang paling utama iman dan perbuatan harus seiring sejalan, jika kita dapat melakukannya kehidupan kekal dikerajaan surga menanti kita. Imamuel tuhan beserta kita.


Lalu, saya pun menjawab:
Hm.. sori ya saya mau menyinggung satu hal.. perpuluhan itu sebaiknya diberikan dengan keikhlasan, bukan krna suatu peraturan.. krna Dalam Perjanjian Baru:Rasul Paulus mengatakan “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2 Kor 9:7)

Rasul Paulus tidak mengatakan sepuluh persen, namun menekankan kerelaan hati dan sukacita.

Yesus mengatakan “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23:23)

Yesus menekankan akan hakekat dari pemberian, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Yesus tidak menekankan akan persepuluhan, namun apa yang menjadi dasar perpuluhan.
 
Orang lain pihak 1 pun berkata:
Amiiin. Setuju banget.

Silahkan baca,
1 Kor. 3:16.
  
Saya pun heran dan menanggapi:
Hm.. saya mau bertanya.. kira2 apa hubungannya persepuluhan dengan 1 Korintus 3 :16?

Orang lain pihak 1 pun menanggapi:
maaf, saya tidak mengomentari masalah perpuluhan, di sini saya hanya mengingatkan tentang apa sesungguhnya gereja itu.

Saya berkata:
Tubuh Kristus ada di dalam hati orang yang menerima Tubuh Kristus melalui Sakramen Mahakudus dan melakukan perintahNya, bukan hanya melakukan perintahNya saja. Dan fungsi gereja yang sebenarnya adalah tempat berkumpulnya umat Tuhan (atau Gereja) untuk berkomunikasi denganNya, memuji / mengagungkan namaNya, menyatakan bahwa diri kita ini SANGAT membutuhkan Tuhan dan rindu akanNya, serta meminta pengampunan akan dosa-dosa kita agar nanti Tuhan berkenan kita berada di sisiNya.
Maaf, tapi fungsi gereja bukanlah itu.. tetapi ayat di 1 Kor 3 :16 bermakna bahwa kita adalah ciptaanNya dan kita adalah milikNya. Maka segala sesuatu yang kita lakukan adalah beprinsip Ad Majorem Dei Gloriam artinya semua demi Kemuliaan Allah yang lebih besar lagi.
Bedakan "gereja" dengan "Gereja". "gereja" = tempatnya, "Gereja" = umat Allah yang berkumpul

 Orang lain pihak 2 berkata:
Amin.

Si pembuat post pun menanggapi:
sori, anda mungkin kurang menahami maksud saya. Saya tidak pernah bilang persepuluhan tapi saya bilang perpuluhan, jadi anda salah tafsir. Kemudian fungsi gereja yang anda maksud ada benarnya, tapi anda salah tafsir lagi, saya bilang banyak orang kristen yang salah paham tentang gereja. Mungkin kita harus banyak syering ya kawan
  
Saya menanggapi:
Maaf nih, saya mau bertanya, memang apa bedanya perpuluhan dengan persepuluhan?

 Si pembuat post berkata
maaf  saya tidak akan menanggapi pertanyaan anda, karna anda pasti tahu. Silahkan tanya diri anda sendiri, tapi saya mau kasih kamu saran tuhanpun tidak akan berkenan kepada orang yang purapura ga tahu, alangkah lebih bijaknya kamu kalau kamu membagi apa yang kamu tahu karna kita adalah anak tuhan

Saya menanggapi:
Oke.. Thx ya... God Bless You All.. Good Night! :)

Orang lain pihak 1 pun menjawab:
Memang mungkin banyak orang kristen beranggapan bahwa gereja haruslah berupa gedung yang dijadikan tempat perkumpulan orang-orang yang datang beribadah, namun jangan kita lupa bahwa gereja yang sesungguhnya adalah tubuh kita sendiri. Dan itu diperkuat dalam 1 Kor. 3:16, yang berkata:
tidakkah kamu tahu bahwa kamu adalah bait ALLAH dan bahwa roh ALLAH diam di dalam kamu?
Jadi, gereja semata-mata bukanlah berbicara bangunan atau gedung, tapi lebih ditandaskan kepada diri kita sendiri.
  
Saya menutup debat tersebut dengan menjawab:

Bedakan "gereja" dengan "Gereja". "gereja" = tempatnya, "Gereja" = umat Allah yang berkumpul.
Dan bahasa Inggris dari "gereja" adalah liturgial space dan "Gereja" dalam bahasa Inggrisnya adalah congregation / assembly

Dari  debat tersebut dapat disimpulkan bahwa tanggapan dari si pembuat post seperti menanggapi dengan amarah dan cenderung tidak mau dikoreksi kesalahannya serta mencari-cari kesalahan orang lain. Dan, orang lain pihak 1 juga tidak terlalu memerhatikan apa yang saya sudah tulis sebelumnya. Jadi, di dalam debat ini didapat kesimpulan fungsi gereja adalah tempat berkumpulnya umat Tuhan (atau Gereja) untuk berkomunikasi denganNya, memuji / mengagungkan namaNya, menyatakan bahwa diri kita ini SANGAT membutuhkan Tuhan dan rindu akanNya, serta meminta pengampunan akan dosa-dosa kita agar nanti Tuhan berkenan kita berada di sisiNya. Dan perhatikan perbedaan “gereja” dengan “Gereja”. “gereja” adalah bangunannya (liturgical space) dan “Gereja” adalah umat Allah yang berkumpul (Congregation / Assembly). Dan perlu juga diperhatikan bahwa mengapa Kekristenan yang autentik / Katholik tidak mengajarkan persepuluhan / perpuluhan? Karena Dalam Perjanjian Baru:Rasul Paulus mengatakan “Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita” (2 Kor 9:7).Rasul Paulus tidak mengatakan sepuluh persen, namun menekankan kerelaan hati dan sukacita.Yesus mengatakan “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan” (Mat 23:23).Yesus menekankan akan hakekat dari pemberian, yaitu keadilan, belas kasihan, dan kesetiaan. Yesus tidak menekankan akan persepuluhan, namun apa yang menjadi dasar perpuluhan.

~ Pax et Bonum ~